Secercah Ungkapan Pengasuh Pondok Pesantren Wahid Hasyim
Foto: Ilustrasi Kitab Ihya ulumuddin
Sabtu pagi menjadi agenda tersendiri yang memang dijadwalkan khusus untuk mengajii dengan pengasuh Yayasan PPWH, dan menggunakan kitab yang sama “Ihya Ulumuddin”. Di Sabtu pagi, 17 Januari 2015 ini, beliau menggungkapkan bahwa “Sesungguhnya perbuatan yang didasari atas pengharapan itu lebih tinggi dari ketakutan. Orang yang senantiasa berharap kepada Allah swt, hidupnya akan penuh dengan kebaikan-kebaikan, tampak senang dan nyaman.”
Ketakutan  yang disebut di atas adalah sifat negatif, yaitu takut hartanya akan berkurang, mati, takut tidak berhasil, nilainya jelek dan lain sebagainya. Rasa takut yang demikian merupakan penyakit. Memang, tidak memungkiri manusia dilengkapi perasaan takut, cemas dan khawatir. Sehingga, ketika mendapati perasaan yang demikian, maka obatnya dengan berdzikir.
Kemudian beliau juga menggungkapkan, bahwa “Apabila seseorang berharap atau ingin dekat dengan Allah swt, maka orang tersebut akan berbuat hal-hal yang disenangi oleh Allah. Apabila takut jauh dari Allah swt, akan memberikan dampak kepada seseorang tersebut untuk selalu menjaga agar tidak berbuat dosa. Harapan dan ketakutan seperti ini, ibarat (Burung yang Terbang Mengepakan Kedua Sayapnya), sayap kanan merupakan rasa ingin dekat dan sayap kiri, rasa tidak ingin jauh dari Allah swt. Sayap burung tersebut, mengepak dengan seimbang.
Beliau juga menambahkan nasihat lain, “Di Wahid Hasyim tidak hanya mengaji dan mengajar, namun harus ada kemampuan leader pada diri santri, berupa menghimpun kegiatan –kegiatan sehingga, dimana pun kita berada akan eksis atau eksistensi kita akan tetap terjaga. Kemudian, orang yang diberi tanggung jawab harus mampu untuk menerimanya. Tanggung jawab memang sebuah beban, sehingga ketika orang ditunjuk menjadi pimpinan merasa takut. Disinilah Wahid Hasyim melatihnya dengan berproses, menjadi pejuang-pejuang yang siap dengan tanggung jawab terutama menjadi seorang pemimpin. Allah memberikan sesuatu dengan Kun Fayakun, namun kenyataannya kita butuh proses. Memahami proses sama dengan memahami cara beragama. (Nur Tanfidiyah)



0 komentar:

Post a Comment

 
Top